Merarik Kodeq (Pernikahan Dini) Bukan Budaya Sasak

Data terbaru oleh BP3AKB, pada tahun 2012 tercatat 24,5% dari perempuan telah menikah pada umur 18 tahun, 5,8% dari perempuan NTB telah menikah pada umur 15 tahun, sementara rata-rata nasional adalah 2,6%. Di tingkat daerah, satu dari 2 perempuan (50,1%) telah menikah pada umur 19 tahunPernikahan-Dini, sementara di tingkat nasional rata-ratanya 26,5%. Untuk faktor penyebabnya sendiri, pernikahan dini di NTB disebabkan oleh faktor sosial dan budaya, serta faktor ekonomi.

Adanya pandangan dari sisi sosial dan budaya di NTB bahwa perempuan yang sudah mengalami akil balig pada usia 12-15 tahun sudah bisa menikah. Selain itu, masyarakat Lombok Suku Sasak di NTB sendiri memiliki budaya kawin lari yang dikenal dengan istilah “Merarik”. Merarik adalah tradisi yang dilakukan seorang laki-laki yang ingin menikah dengan perempuan yang dia pilih dengan melarikan anak perempuan tersebut tanpa persetujuan perempuan dan keluarga pihak perempuannya. Jika anak perempuan tersebut sudah dilarikan, maka konsekuensinya perempuan dan pihak keluarga harus setuju melakukan pernikahan itu. Namun, ada juga merarik dengan contoh yang dilakukan oleh pasangan muda yang sudah berencana menikah yang tidak direstui orang tua, kemudian melakukan merarik (kawin lari). Contoh lainnya, merarik yang orang tua dari kedua belah pihak sudah merencanakannya, namun anak perempuannya yang tidak setuju untuk merarik dengan pilihan orang tuanya, sehingga merarikmenimbulkan kesan paksaan. Seperti itulah budaya di Lombok khususnya Suku Sasak.

Banyak pihak berpandangan bahwa adat Lombok Suku Sasak sebagai salah satu alasan penyumbang legalisasi pernikahan dini (dalam istilah bahasa Sasak disebut dengan Merarik Kodeq). Hal itu disebabkan karena yang melakukan merarik ini adalah anak-anak usia sekolah. Walaupun sebenarnya pemahaman adat yang benar tidak seperti yang dilakukan oleh masyarakat Lombok Suku Sasak kebanyakan. Tetapi masalahnya, sering kali pemangku adat secara tidak langsung meresmikan perkawinan tersebut, walaupun perempuan akan menjadi istri kedua ataupun ketiga dari laki-laki yang melarikannya. Sehingga seringkali tokoh desa, adat dan agama menjadi pelaku utama yang melegalkan kondisi tersebut. Ditambah lagi dari pihak keluarga si perempuan tidak melakukan suatu penentangan (pasrah) ataupun tidak bertindak sebagai orang tua yang tanggap untuk masa depan anak perempuannya yang dia nikahkan di usia sekolah, sehingga seolah-olah mereka menyetujui jika anak perempuannya dinikahkan seperti itu.

Itulah NTB dengan kasus pernikahan dini yang melengkapinya. Seolah-olah pernikahan dini yang Suku Sasak menyebutnya merarik kodeq merupakan budayanya. Ini benar-benar tidak bisa dibiarkan terus-menerus. Bila didengar saja akan terasa memalukan. Perlu diketahui bahwa akibat dari merarik kodeqadalah tidak dicatatkannya pernikahannya pada lembaga resmi pernikahan, sehingga pasangan menikah tidak memiliki akta nikah yang akan berdampak terhadap status anak yang dilahirkan tidak memiliki akta kelahiran juga. Sehingga, anak terhambat dalam memperoleh hak-hak sipilnya.

Jika dikaitkan dalam bidang kesehatan, merarik kodeq dapat mempengaruhi kesehatan reproduksi juga. Ketika seorang perempuan sudah melakukan hubungan seksual di bawah usia 20 tahun, perempuan tersebut memiliki resiko besar untuk mengidap kanker serviks. Kanker serviks atau yang disebut juga sebagai kanker mulut rahim merupakan salah satu penyakit kanker yang paling banyak ditakuti kaum wanita. Berdasarkan data yang ada, dari sekian banyak penderita kanker di Indonesia, penderita kanker serviks mencapai sepertiganya. Dan dari data WHO tercatat bahwa setiap tahun ribuan wanita meninggal karena penyakit kanker serviks ini dan meruupakan jenis kanker yang menempati peringkat teratas sebagai penyebab kematian wanita dunia. Selain kanker serviks, jika perempuan tersebut mengandung, akan besar kemungkinan mengalami keguguran yang diakibatkan belum mampunya rahim perempuan muda untuk menahan beban bayi. Sehingga akan mengakibatkan perempuan yang seharusnya menjadi ibu malah meninggal. Masih ada banyak lagi akibat dari merarik kodeq ini yang membuat perlunya peraturan yang mengatur masalah merarik kodeq atau pernikaahan dini.

Menurut UU RI nomor 1 tahun 1974 pasal 7 ayat 1 disebutkan bahwa “Perkawinan hanya diizinkan bila pihak pria mencapai umur 19 tahun dan pihak wanita sudah mencapai usia 16 tahun”. Sedangkan batas usia pernikahan yang ideal menurut Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana (BKKBN), adalah usia 20-21 tahun untuk perempuan dan 25 tahun untuk laki-laki. Namun pada kenyataannya, aturan ini tidak berarti apa-apa, karena banyaknya kasus pernikahan di bawah usia yang ditetapkan di atas termasuk di daerah perkampungan dan pelosok desa termasuk di NTB sendiri. Banyak juga pelanggaran dari perangkat desa seperti kadus dan KUA yang membantu dalam melancarkan usaha pernikahan anak usia sekolah dengan memanipulasi data usia yang hendak menikah yang padahal usianya di bawah UU di atas.

Menikah memang merupakan ibadah. Namun, bagaimana dengan menikah dini? Bukankah pemerintah membuat aturan tentang usia pernikahan karena demi kepentingan masyarakat juga. Tapi, apakah seluruh masyarakat tahu akan peraturan seperti ini? Apa mungkin masyarakat yang sudah tahu peraturan ini namun tetap saja mereka melakukan pernikahan dini? Lalu bagaimana bisa perangkat desa, kepala dusun, termasuk KUA melakukan bantuan dalam usaha pernikahan dini ini? Sehingga sangat percuma jika tidak adanya sanksi yang tegas dari peraturan yang ada untuk pelaku pernikahan dini. Bukankah hal ini sudah dilakukan advokasi aturan ke pemegang kekuasaan desa, kampung, maupun dusun mengenai batas usia minimum pernikahan.

Cukup banyak sekolah di NTB yang memberlakukan sanksi dengan membayar uang yang cukup besar bagi yang melakukan merari kodeq ini, dengan niat sebenarnya adalah agar siswa-siswanya tidak melakukan nikah dini. Namun, ada saja yang tidak takut membayar sanksi. Dan kalaupun takut sanksi, maka siswa pun akan berhenti sekolah.

Merarik kodeq jelas bukanlah budaya Lombok Suku Sasak, karena sebagian besar Suku Sasak beragama Islam. Dalam Islam sendiri dijelaskan dalam riwayat hadist berikut.

Abdullah Ibnu Mas’ud Radliyallaahu’anhu berkata: Rasulullah Shallallaahu’alaihiwa Sallam bersabda pada kami: “Wahai generasi muda, barang siapa di antara kamu telah mampu berkeluarga hendaknya iakawin, karena ia dapat menundukkan pandangan dan memelihara kemaluan. Barang siapa belum mampu hendaknya berpuasa, sebab ia dapat mengendalikanmu.”
Muttafaq Alaihi

Pada hadits di atas dijelaskan bahwa untuk generasi muda dianjurkan untuk segera menikah bagi yang sudah mampu. Kata mampu disini menunjukkan arti kesiapan lahir dan batin untuk membina rumah tangga.Tapi jika belum mampu maka hendaknya berpuasa. Sebagaimana yang kita ketahui bahwa berpuasa dapat mengendalikan nafsu-syahwat.

Selain itu, dalam Al-Qur’an juga dijelaskan tentang anjuran menikah hanya bagi yang sudah layak untuk menikah.

“Dan nikahkanlah orang-orang yang sendirian di antara kamu, dan orang-orang yang layak (menikah)dari hamba sahayamu yang lelaki dan hamba-hamba sahayamu yang perempuan. Jika mereka miskin Allah akan mengkayakan mereka dengan karunia-Nya. Dan Allah Maha Luas (pemberianNya) dan Maha Mengetahui.”
(QS. An Nuur (24) : 32)

Dengan jelas di dalam Al-Qur’an bahwa anjuran menikah itu ketika sudah layak untuk menikah. Kata “layak” dapat berbagai arti, salah satunya adalah siap lahir dan batin dari kedua pihak. Selain itu, “layak” juga dapat berarti sudah saatnya menikah. Sehingga budaya Suku Sasak bukan penyebab terjadi merarik kodeq atau pernikahan dini, melainkan penyebab lain seperti halnya faktor ekonomi dan pribadi dari orang-orang yang melakukan pernikahan dini sendiri.

Untuk kasus merarik kodeq atau pernikahan dini pemerintah mempunyai peranan yang besar terutama dalam peningkatan mutu pendidikan kepada anak-anak yang bersekolah dan tinggal di daerah-daerah miskin. Selain itu, perlunya advokasi dan sosialisasi ke daerah-daerah yang banyak terdata pernikahan dininya, karena masyarakat di sana belum mengetahui mengenai masalah apa yang dihadapinya.

Dalam usaha pencegahan pernikahan dini, pemerintah NTB sudah melakukan seminar pendewasaan usia perkawinan. Selain dari kalangan pemerintah dan orang dewasa, remaja termasuk Youth Center Remaja Bumi Gora (YC RBG) PKBI NTB juga dilibatkan untuk merumuskan rekomendasi-rekomendasi untuk UU tentang usia pernikahan dini yang tidak konsisten. Tidak konsisten di sini maksudnya adalah pada UU nomor 1 tahun 1974 pasal 7 ayat 1 tidak sejalan dengan aturan yang disebutkan BKKBN. Selain itu, remaja diminta untuk memberikan pendapatnya seperti pelibatan remaja dalam perencanaan, aksi dan evaluasi dalam pencegahan pernikahan dini. Setelah rekomendasi-rekomendasi sudah dibuat, maka seterusnya akan dikirim ke pusat untuk bahan pertimbangan dalam proses perubahan UU pasal 1 tersebut.

YC RBG juga sudah melakukan aksinya untuk pencegahan pernikan dini (merarik kodeq) ini. Beberapa kegiatan yang dilakukan antara lain adalah sosialisasi/penyuluhan di beberapa sekolah yang ada di kota Mataram dan Talk Show di dua radio. Harapan besar dari YC RBG adalah agar remaja mampu mengambil sikap yang benar dan tepat karena remaja adalah calon pemimpin dunia di masa depan.

Courtesy of:

http://mudazine.com/wethri-handrika/merarik-kodeq/

Tinggalkan komentar